Apple memperkenalkan Liquid Glass sebagai pendekatan desain baru di seluruh ekosistemnya, mulai dari iOS 26, iPadOS, macOS “Tahoe”, hingga visionOS. Sekilas, tampilannya mengingatkan kita pada tren desain lama bernama Glassmorphism yang sempat populer di awal 2020-an. Namun kali ini, Apple tampaknya membawa pendekatan yang lebih matang, fungsional, dan menyatu dengan pengalaman pengguna.
Sekilas Tentang Glassmorphism
Glassmorphism adalah gaya desain antarmuka yang mengandalkan efek blur transparan, lapisan kaca buram, dan pencahayaan semi-neon. Populer sekitar tahun 2020–2022, gaya ini banyak digunakan dalam UI aplikasi modern seperti Microsoft Fluent, Neumorphism, dan juga sempat muncul di widget iOS 14.
Sayangnya, tren Glassmorphism dengan cepat ditinggalkan karena berbagai alasan:
- Masalah aksesibilitas: Efek blur dan transparansi membuat teks atau ikon sulit dibaca, terutama dalam kondisi cahaya terang.
- Performa berat: Efek visual tersebut membutuhkan pemrosesan grafis tinggi yang membebani perangkat kelas menengah ke bawah.
- Tidak konsisten: Banyak implementasi Glassmorphism justru membingungkan pengguna karena UI-nya terlalu ‘melayang’ dan kehilangan hierarki visual.
Apa Itu Liquid Glass?
Liquid Glass adalah evolusi dari konsep Glassmorphism, namun dengan pendekatan yang lebih kontekstual. Apple tidak hanya menghadirkan visual transparan dan glossy, tetapi juga menyempurnakan perilaku elemen UI berdasarkan interaksi pengguna.
Beberapa ciri khas dari Liquid Glass:
- Lapisan blur yang adaptif berdasarkan konteks layar
- Efek kedalaman dengan bayangan lembut dan gerakan halus
- Widget dan notifikasi transparan namun tetap memiliki fokus utama
- Reaksi terhadap pergerakan perangkat (motion-sensitive)
Dalam implementasinya, desain ini terasa lebih hidup dan ‘bernapas’ dibandingkan Glassmorphism lama. Setiap elemen tidak sekadar transparan, tapi juga responsif terhadap konten dan pengguna.
Perbandingan Langsung: Glassmorphism vs Liquid Glass
Aspek | Glassmorphism | Liquid Glass (Apple) |
---|---|---|
Transparansi | Statis, tidak berubah | Adaptif terhadap konten & kontras |
Efek Blur | Tebal dan konstan | Halus dan dinamis |
Aksesibilitas | Sering menurunkan keterbacaan | Dilengkapi mode kontras tinggi |
Responsif Terhadap Interaksi | Pasif | Interaktif dan motion-aware |
Performa | Membebani GPU | Dioptimalkan untuk Apple Silicon |
Liquid Glass di Setiap Perangkat Apple
Desain ini digunakan secara konsisten di hampir semua sistem operasi Apple:
- iOS 26: Ikon dan widget transparan, Lock Screen responsif terhadap gerakan.
- macOS 15 Tahoe: Jendela aplikasi seperti Finder dan Settings kini memiliki efek kedalaman lembut.
- iPadOS 26: Split view dan multitasking menggunakan transisi kaca cair.
- visionOS 2: Widget dan aplikasi ditampilkan secara spasial dalam ruangan virtual yang menyerupai panel kaca melayang.
Reaksi Pengguna dan Desainer
Reaksi awal terhadap Liquid Glass cenderung positif. Banyak desainer UI/UX memuji Apple karena berhasil mengangkat estetika transparan menjadi sesuatu yang fungsional, tidak sekadar gaya visual.
Namun tetap ada beberapa kritik, terutama dari komunitas aksesibilitas yang menilai kontras antarelemen masih kurang optimal dalam kondisi tertentu. Apple menjawab ini dengan opsi mode kontras tinggi yang bisa diaktifkan manual.
Liquid Glass: Gaya atau Fondasi Masa Depan?
Liquid Glass bukan hanya kosmetik, tapi tampaknya menjadi fondasi desain Apple ke depan. Dengan pemrosesan grafis di Apple Silicon yang semakin canggih, efek seperti ini bisa ditampilkan tanpa mengorbankan performa atau baterai.
Lebih dari itu, Apple menggunakan Liquid Glass sebagai cara untuk menyatukan seluruh platform—iPhone, iPad, Mac, Vision Pro—dalam satu bahasa visual yang seragam dan dinamis.
Kesimpulan
Liquid Glass adalah bentuk matang dari apa yang dulu gagal dalam Glassmorphism. Apple belajar dari masa lalu dan menyempurnakan setiap aspek visual dan fungsional. Ini bukan sekadar tren, melainkan fondasi desain masa depan Apple yang lebih hidup, adaptif, dan responsif terhadap manusia.